Lost In Old Delhi (2)

May 22, 2015

Kota Tua Delhi

Sepanjang jalanan yang terlewati wajah kemiskinan ibukota nyata terlihat. Banyak gelandangan tidur  pulas ditepi jalan raya, emperan toko  bahkan dipelataran pintu gerbang. Pakaian berselimut debu, wajah luyuh dan lapar dengan rambut yang amburadul

Keesokan harinya, berbekal informasi yang kami dapatkan. Dengan mudah kami menemukan Delhi Gate. Berada ditengah jalan raya utama, ramai lalu lalang kendaraan dari segela arah. Delhi gate adalah pintu gerbang Selatan Shahjahanabad.

Dengan menggunakan e-rikshaw kami menuju Ajmeri Gate. Sorot mata tertuju pada kami yang sibuk membidikkan kamera pada gerbang dan bangunan tua disekitarnya. Seolah olah mereka berkata ‘salah tempat’.

Cukup menggunakan rikshaw kami sudah sampai di gerbang Turkman Gate. Ketiga gerbang tersebut memiliki kesamaan, berbentuk persegi dengan lengkung pintu masuk ditengahnya. Sedangkan sisi belakangnya memiliki bentuk yang berbeda, menara pertahanan berbentuk octagonal berada di kedua sisi pintu masuk, mirip dengan tembok bentang pertahanan sebuah kastil di Eropa.

Dari Turkman Gate, tujuan kami berikutnya adalah Masjid I-Jahan-Numa. Banyaknya persimpangan jalan diantara gang gang sempit berkelok membuat kami tersesat tak tentu arah. Terkadang harus balik berputar.

Gang sempit yang hanya cukup dilewati mobil kecil tipe city car. Berderet rumah didalam rumah bertingkat nan padat saling berhimpit. Yah, setiap rumah terdiri atas lima lantai, setiap lantainya terdiri atas satu atau dua rumah, di India dikenal dengan ‘apartemen’. Setiap rumah memiliki hanya 2 atau 3 ruang berukuran kecil yang diisi dengan beberapa anggota keluarga, terkadang hingga tiga generasi berada dalam satu atap rumah.

Lantai dasar setiap rumah dibagi atas deretan toko toko kecil. Menjual produk kebutuhan sehari hari hingga perkakas mirip dengan pasar loak. Jangan berpikir untuk sebuah halaman rumah, bahkan tak nampak satu tanaman tumbuh di area ini.

Dipagar balkoni berderet jemuran pakaian. Kabel listrik bergelantungan nampak semrawut, jauh dari kata aman.Jalanan berdebu diperparah sampah berserakan. Terlihat anak laki laki membawa kambingnya dan nampak takut dengan beberapa lolongan anjing dengan pandangan tajam.

Sebuah masjid kecil bertingkat, didominasi warna hijau bertuliskan bahasa urdu yang sama dengan tulisan arab. Lalu lalang wanita muslim menggunakan Baju Gamis warna hitam dilengkapi cadar hitam, hanya terlihat garis mata saja. Sedangkan kaum laki laki memakai kurta pijama, baju tradisional khas muslim India. Kawasan Old Delhi memang didominasi oleh kaum muslim.

Sampailah kami di Masjid I-Jahan-Numa atau akrab dikenal Jama’ Masjid. Dibangun oleh sang kaisar pada abad ke 16. Dari gerbang Timur Masjid ini, nampak hamparan Lal Qila.

Puas mengelilingi kota tua Delhi. Dapat saya bayangkan betapa cantik dan kokoh Shahjahanabad kala itu. Sayang, semuanya tergerus arus kolonialisasi Inggris dan kepadatan penduduk di sekitar area.

Kami mungkin satu satunya traveller ‘aneh’ menjelajah kota tua. Tenggelam dalam ‘hutan’ peradaban berusia ratusan tahun. Berbagai cerita dan arti kehidupan memaknai setiap jengkal tapak kaki selurusi kota tua ini.

Sepanjang jalanan yang terlewati wajah kemiskinan ibukota nyata terlihat. Banyak gelandangan tidur  pulas ditepi jalan raya, emperan toko  bahkan dipelataran pintu gerbang. Pakaian berselimut debu, wajah luyuh dan lapar dengan rambut yang amburadul. Seekor anjing kecil tergeletak mati diantara pertokoan tua, kerasnya Ibukota Jakarta tak sekeras Ibukota Delhi.

Mengutip sebuah pernyataan seorang filosopi terkenal Max Mueller “If I were asked under sky the human mind had fully developed some of its choice gifts, has most deeply pondered on the greatest problem of life, and has found solutions, I should point to India”.

Selama blusukan ke kawasan kota tua Delhi. Mata hati seakan dituntun merasakan rona kehidupan negara semilyar penduduk. Kerasnya hidup, berjubelnya penduduk dan himpitan ekonomi tak menghentikan gerak kehidupan untuk terus berusaha serta mempertahan nilai budaya dan adat yang menjadi warisan kekayaan bangsa.


Delhi gate of Shahjahanabad
Delhi Gate


Ajmeri Gate of Old Delhi
Ajmeri Gate


Gelandangan di India
Gelandangan Tinggal di Kelokan jalan utama perbatasan Old Delhi dan New Delhi

Jama' Masjid Delhi Area
"Mie" Kabel, padat dan berjubel Potret Old Delhi

Hindu Temple
Sisi Religius Orang Hindu

Chandni Chowk
Jalanan Chandi Chowk yg selalu padat dan macet

kawasan kota tua Delhi
Gelandangan

Pintu gerbang turkman kawasan kota Tua Delhi
Informasi tentang Turkman Gate bagian dari Shahjahanabad

Trukman gate of Old Delhi
Turkman Gate

You Might Also Like

31 $type={blogger}

  1. Setengah bergidik aku bacanya. Seorang sahabat yang pernah ke Delhi bilang, "loe harus ke sana, don. Supaya loe tau caranya bersyukur". Segitunyakah?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener pakai banget. Saya anak terakhir mbak Dona, meski sering backpacking, saya termasuk anak yg semau gue dan maunya apa harus dituruti saat itu juga. Suka ngambek. Sejak tinggal di India, kata Ayah, aku lebih cool dan dewasa. Makan apa saja. Dulu suka pricky :)

      Delete
  2. Merinding macane... Pancen kudu luwih akeh bersyukur, yoooo.. Matur nuwun ngelingno.. ira

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami sami mbak :) urip nang india akeh nontok menisor e dad I luwih legowo urip iki :) man nggak kakean ngersulo

      Delete
  3. Biarpun kata orang India itu bau, kotor , jorok, semrawut,dan apapun yg jelek-jeleknya India..tapi aku selalu ingin kembali hiiihiihii meskipun susah makan:-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kata orang india ITU chaostic beauty, kekumuhan berbalut keindahan. Klo membuka hari, india memang ngangenin :)

      Delete
    2. wuih tos mbak Titi :)

      Aku baru bali kurang dari sebulan dan udah pingin ke sana lagi.

      Tentang mie kabel hehe, itu jadi perhatian kami ber-3. Ngeliatnya ngeri-ngeri sedap

      Delete
    3. hehehe, bearti kamu masuk orang yang membuka hati. Orang datang ke India bagai dua sisi mata uang. Ada yg tobat dan ngak bakalan kembali dan disisi lain pingin datang lagi dan lagi dan lagi.... Chaotic beauty :)

      Mie Kabel ini khas Old Delhi :)

      Delete
    4. Betuuuul..omnduut.com, April kemaren jg baru pulang dr India, tapi pengen lagi,lagi dan kesana lagi.Semoga masih bisa ke India lagi.

      Delete
    5. omduut juga April kemarin mbak, beda 2 minggu apa seminggu ya dari sampeyan ?

      Delete
  4. Jomplang bgt sm film2 india yg memamerkan kemewahan dan gemerlapnya keidupan disana ya mba....akhhh film. Tapi sekumuh itukah mba ? *_*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jomblang beneran. Jauuuhhhhh sekali dengan yang di film film. Kesini yukkkk, Meski kumuh nih negara menawarkan keunikan tersendiri. Pasti kangen datang lagi klo dah melewati "sebuah" tahapan

      Delete
    2. Hahaha kalo aku bukan sebuah, tapi berbuah-buah tahapan :)

      Delete
    3. Buah apa aja Yan? Pikiran makin absurb nih, Jangan Jangan .... *Curiga :))))

      Delete
  5. Seperti yang mbak Zulfa katakan, meski kumuh tapi menawarkan keunikan tersendiri. Sebelum baca-baca cerita mbak tentang berbagai sisi India, aku termasuk orang yang berhasil dibikin nggak mau ke India. Beberapa teman lebih banyak bercerita 'horor'nya. Sampai bojoku pernah melarang aku punya niat jalan2 ke India. Sekarang semua berubah, aku pingin banget ke India. Melihat semuanya, kurang dan lebihnya. Moga terwujud tahun depan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamin ya Rabb. Moga terlaksana tahun depan. Ya, India memang identik cerita horor, bayak yang pingin kemarin. cuman ragu karena horornya. butuh mental dan hati baja datang kemari. But in the end, India "change" many people mind and live.

      Delete
  6. Kalo aku yg tersesat disana, pasti dijamin sudah tak perjaka lagi ihik ihik ihik

    ReplyDelete
    Replies
    1. WOW OMAGA, ternyata kakak cumi "masih" perjaka. Iya kah ? buktinya di twitter sering ditawar 80 Juta :)))))

      Delete
  7. Ya Allah... kabel-kabel yang seliweran itu ternyata beneran ada ya :D
    Dulu waktu kecil sering dicekoki cerita ama om-ku yang beberapa kali pergi ke India. Katanya India itu jorok! Semrawut! Denger itu, aku bukannya jadi ilfeel ama India, justru malah makin penasaran... Mudahan rasa penasaran ini akan segera terbayar..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin.

      Tahun depan angkat ransel yak :))

      Delete
    2. Kapan mbak? Aku Insyaallah tanggal 1 April

      Delete
    3. Hayooooo. rencana tanggal 20 am Maret mbak Zunita Ambarwati :)

      Delete
    4. Semoga masih bisa ketemuan ya mbak zul. Soalnya aku udah issued tiket landing Delhi jam 4 pagi. Sekalian nitip luggage biar gak ribet waktu 'ziarah' ke makam shahjahan.

      Delete
    5. Semga bisa ketemuan. Monggo kalau mau nitip.

      Delete
  8. Ternyata India memang lebih memprihatinkan dari Indonesia ya, begitu banyak yg terlantar. Pantas Ibu Theresa tergerak hatinya utk membantu. Mungkin bener ya, jika melihat dengan mata kepala sensiri, akan lebih banyak bersyukur.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, wajah kemiskinan nyata terlihat. Apalagi Kolkatta sebagai tempat tinggal Ibu Theresia, banyak sekali hingga saat ini. He eh, Kalau menyaksikan sendiri pasti lebih mengena di hati :)

      Delete
  9. saya termasuk pengemar film india mbak . setelah membaca postingan mbak zulfa dan yg lainnya mengenai india. ternyata sangat berbeda dg keindahan yg ada di film filmnya yaa mbak .

    salam kenal mbak zulfa :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget, India yang digambarkan dalam film sangat jauh berbeda dengan kenyataan.

      Salam kenal juga Isti :)

      Delete
  10. itu kabel bisa kaya gitu, serem gmn kalau konslet, tapi mudah-mudahan engga

    ReplyDelete
  11. Banyak yang bilang beda dengan yang di filmnya. Tapi menurut saya tergantung film apa yang ditonton. Saya justru banyak menemukan hal yang beda tentang India dan itu sesuai dengan apa yang dijelaskan mbak Zulfa. I am in love dengan film India tapi film India yang jarang disukai orang lain.

    ReplyDelete

Follow Twitter

Follow Instagram