Mengintip Annapurna Di Sarangkot

January 02, 2021


 

Sarangkot



Ketika Annapurna muncul menampakkan diri perlahan dari balik kabut tebal, saat itu pula sebuah harap dilangitkan

 

Jalanan meliuk menanjak membebat bukit. Sesekali menukik meluncur ke bawah. Ladang, pepohonan lebat dan jurang menemani di sisi jalan. Mobil city car tua yang kami sewa masih tangguh melewati medan perbukitan yang akan membawa kami menuju Sarangkot.

 

Sarangkot sebuah kawasan yang bertengger di perbukitan pada ketinggian 1600 meter. Terkenal sebagai destinasi wisata populer di Phokara, Nepal. Tawarkan panorama rantai pegunungan Himalaya, mulai dari Dhaulagiri, Anapurna dan Manaslu.

 

 

Semakin ke atas, kabut tipis menyergap. Dingin menyelimuti. Perbukitan yang lembab. Tak nampak lekuk pegunungan bersalju khas Himalaya yang saya damba. Sejenak Sarangkot terlihat tidak ada bedanya dengan suasana desa pegunungan di Indonesia.

 

Jalanan sepi. Sesekali nampak penduduk lokal berjalan kaki. Ada yang bermotor dengan membawa setumpuk rumput. Kami juga berpapasan dengan beberapa turis manca negara berjalan santai menapaki jalanan. Ada juga yang datang bersama guide dengan membawa peralatan paralayang. Beberapa tahun terakhir Sarangkot dikenal sebagai salah satu lokasi paralayang terbaik di dunia.

 

 

Sampai di hotel kami beristirahat sebentar, meluruskan punggung setelah lebih dari 8 jam perjalanan menggunakan bus dari Kathmandu ke Phokara. Kemudian langsung lanjut menuju Sarangkot yang memakan waktu sekitar satu jam an. Kebanyakan turis memilih tinggal di Phokara dibandingkan di Sarangkot. Pagi buta mereka berangkat ke Sarangkot menyaksikan Matahari terbit. Kami lebih memilih tinggal di Sarangkot, selain karena ingin menyesap hening dan dingin, juga karena pagi pagi buta tak perlu bermacet ria untuk menuju gardu pandang. Cukup bangun pagi dan jalan kaki.

 

Setelah cukup beristirahat dalam hotel, sore itu kami jalan kaki menuju gardu pandang. Letaknya tak jauh dari hotel. Melewati jalan setapak di sebelah hotel. Kemudian cukup mengikuti liuk jalanan setapak bertangga yang ada. Tidak terlalu melelahkan. Hanya saja hawa dingin merasuk ke dalam jaket membuat nafas terasa berat. Ditambah kabut tebal menyergap

 

Kami sampai di gardu pandang. Ada beberapa turis berdiri di sana. Di bawah sana nampak lembah lembah dengan aliran sungai yang lebar. Di sisi lain nampak danau Phewa yang luas di Phokara. Barisan bukit sambung menyambung tak berujung.

 

Srangkot Phokara

Tapi di mana penampakan Anapurna dan Machaphucare yang ikonik itu? Tentu saja terhalang kabut di balik perbukitan. Kami hanya bisa berharap keajaiban datang, kabut menghilang. Atau berharap Bruce all mighty datang, menghapus kabut kabut tebal dengan jemarinya. Pemikiran menggelikan yang membuat saya tersenyum sendiri.

 

 

Kami gerakkan kaki agar badan tetap hangat sambil menikmati waktu menatap lembah lembah dibawah sana. Semakin lama kabut tebal mengunci pemandangan. Kami kembali ke hotel dengan harapan besok kami kembali lagi menikmati matahari terbit dengan pemandangan spektakuler.

 

Hotel kami klasik. Cukup luas dan panjang. Dinding batu batu bata merah dibiarkan apa adanya tanpa polesan. Terdapat perapian kayu tradisional. Di ujung terdapat meja dan kursi kayu panjang. Pintu dan jendela kaca yang lebar membuat kami bisa menikmati pemandangan luar secara langsung.

 

Sarangkot Nepal

Sore hari kami habiskan duduk di depan hotel, melihat aktifitas warga setempat. Anak anak bermain. Malamnya kami habiskan dengan bercengkrama. Suasana sepi, khas pedesaan. Bagi yang menyukai ketenangan, membaca buku dan menulis, Sarangkot adalah tempat yang cocok.

 

Keeseokan hari, dalam kantuk kami berjalan kembali menuju gardu pandang. Dengan penuh harap, kami berjalan dalam gelap, dingin dan kabut. Lama Menunggu hingga mentari menyinari, kami masih disuguhi pemandangan yang sama, kabut dan kabut.

 

Pagi itu rasa lelah kami dihangatkan dengan semangkok bubur gandum yang terhidang di meja hotel. Gurih manis, kombinasi susu dan gulanya pas. Setelah menikmati bubur gandum hangat terenak yang pernah saya rasakan, kami bersiap kembali ke Phokara.

 

Bubur Gandum

Menunggu kedatangan bapak sopir, kami menunggu di teras hotel Menyaksikan kegiatan pagi penduduk setempak. Sambil mengumbar senyum kepada meraka. Tentunya tanpa lambaian tangan ala miss Universe.

 

“Hai ” panggil ibu pemilik hotel sembari menunjuk kearah atas

“Annapurna” lanjutnya dengan senyum mengembang

 

Ujung gunung berselimut salju diterpa sinar mentari pagi. Lambat laun kabut mulai turun, atap dunia itu semakin nyata dihadapan mata. Nampak begitu dekat. Bisa dibayangkan betapa besar dan angkuhnya pegunungan Himalaya. Seperti yang pernah saya lihat sebelumnya di Kashmir dan Manali. Ah, andai saja tidak ada kabut saya bisa menatap panorama seharian dari balik kamar hotel.

 

Menatap takjub, menahan tangan saya untuk mengambil kamera. Duduk terdiam menikmati kindahahan ciptaan Yang Maha Esa dengan kekaguman. Menikmati sejenak, lagi lagi berharap semua kabut menghilang, tapi Annapurna seolah muncul untuk menyapa saja.

 

You should came here again” Ucap pak Ram pemilik hotel

 

“I will” jawabnya saya dengan senyuman dan penuh harap

 

Mungkin Annapurna tak ingin saya menatapnya jauh. Mungkin Annapurna ingin saya menanjakinya, menyapa kehidupan desa desa kecil di sana. Bersama gerak roda kendaraan meninggalkan Sarangkot, ada harap jika kelak takdir membawa saya untuk bisa kembali ke Nepal

 

 

 

 

 

 

You Might Also Like

5 $type={blogger}

  1. Mak, nek balik maneh gak pengen trekking gununge ta? Aku melu Wkwkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pingin tapi kok iling boyok iki poleh ogah ogah en. Dah ketahuan umur e. wkwkwkwkwk

      Delete
  2. Nepal, ini seharusnya THN ini sih, sekalian mau ke Bhutan soalnya. Tp aku rasa msh blm mungkin utk kesana :(. Aku ga yakin distribusi vaksin bisa cepet selesai, jd hrsnya THN ini msh susah utk bepergian.

    Pengeeen bgt ke Nepal. Krn dr yg aku denger di sini itu orang2nya ramah, makanan enak dan srba murah :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, corona ini membuat kita sementara harus betah dirumah, nggak travelling kemana mana..

      Pingin juga ke Bhutan, tapi apa daya Danan masih belum mencukupi

      Bener banget mbak orangnya ramah ramah banget,nggak kayak tangga sebelahnya, if you know what i mean

      Delete
  3. info menarik menarik seputar kuline klik disini

    ReplyDelete

Follow Twitter

Follow Instagram