Jelajah Nagarkot, Pedesaan Berselimut Awan di Nepal

May 04, 2022


Nagarkot

Nagarkot berada di atas perbukitan  terkenal sebagai salah satu spot sunrise terbaik di Nepal

 

Itinerary perjalanan ke Nepal saya buat menyenangkan dan santai. Biar Najin nggak bosen dan menikmati perjalanan. Setiap harinya tempat yang kami kunjungi bervariasi, setelah jelajah kota tua selanjutnya jelajah alam. Untung saja, letak wisata di Nepal juga sangat mendukung. Searah. Jadinya nggak harus bolak balik.


Kemarin setelah jelajah kota tua Bhaktakpur, hari ini kami menuju ke arah Timur Nepal. Menuju wilayah perbukitan Nagarkot. Berada di ketinggian 2195 meter diatas laut  terkenal sebagai salah satu spot sunrise terbaik di Nepal. Tentu dengan panorama deretan pegunungan Himalaya yang epik.

Karena semalaman saya tidur tak nyenyak karena lolongan anjing, dalam perjalanan mata ini terlelap. Begitu pula Najin dan Mbak Andri mereka juga tertidur lelap. Sesekali terbangun menatap keluar. Angin berhembus begitu segar.  

Mata ini melek ketika jalan mulai menanjak. Sawah, gandum menghampar menghijau. Bukit bukit memeluk persawahan dengan gagahnya. Udara semakin bersih dan sejuk. 

Pedesaan Nagarkot memang cakep. Berada di ketinggian 200 Meter diatas permukaan laut. Menawarkan pemandangan lembah Kathmadu. Lembah yang mengayomi tiga durbar square terkenal yang dahulu menjadi pusat kerajaan.

Lokasinya yang strategis berada di ketinggian menjadinya  tempat untuk mengawasi keamanan sekitar kerajaan. Suasana yang sejuk juga digunakan keluarga istana sebagai tempat wisata saat musim panas tiba. Hingga kini Nagarkot dikenal sebagai destinasi populer dikalangan wisatawan mancanegara.

 

Hotel At the end of Universe

Dengan kontur perbukitan, Nagarkot dipenuhi dengan hotel hotel yang berjajar di punggung bukit. Salah satunya Hotel At The End of Universe yang menjadi pemberhentian perjalanan kami. Dengan gegas kami menanjaki tangga menuju lobi hotel yang berada di atas bukit.

cheap hotel at nagarkot


Hotel di Nagarkot


Hotel at the end of universe


 

Hotel At the end of Universe, selain namanya bikin penasaran hotel ini kami pilih karena reviewnya bagus. Menjadi rekomendasi banyak teman traveller. Foto foto hotel juga cakep banget. Berada di ujung bukit berteman deret perbukitan.

Ada beberapa pilihan kamar mulai yang private sampai dorm. Sederhana terbuat dari batu bata dan kayu. Lebih mirip dengan villa dengan kamar yang berpencar pencar. Rindang dibawah pepohonan. Kamar terasa lembab dan dingin.

Berada di ujung ketinggian. Hotel ini menawarkan view baris pegunungan Himalaya dari berbagai arah. Cukup duduk santai di beberapa kursi di halaman hotel bisa melihat cakepnya pegunungan. Bikin betah. Cocok buat duduk santai dan bermalas malasan. Beberapa turis datang kemari untuk menatap keindahahan baris pegunungan.

Saat asyik duduk santai menatap panorama sekitar tetiba “Hai Boy, come here“ membuat kami bertiga menghentikan lamunan. Pegawai hotel mendatangi dengan senyuman dengan membawa permainan tradisional. Najin gegas berdiri menyambut dengan senyuman. Mereka kemudian menunjukkan ke Najin bagaimana cara memainkannya. Saya lupa apa nama permainan ini di Nepal. Permainan nampak mudah ini ternyata cukup susah.


Nepal

Malam hari suasana hening dan dingin banget. Makan malam kami nikmati di restoran hotel yang dipenuhi dengan wisatawan bule bercengkrama. Kami satu satunya tamu hotel dari Asia. Semakin malam semakin dingin dengan hembusan angin yang bikin kami katu’en. Kami lebih memilih menghabiskan malam dalam hotel berteman kesunyian dan kenangan.

Tak lama kemudian suara glodakan menyapa. Kamar yang kami tempati terdiri dari dua lantai. Diatas kamar kami, masih ada satu kamar lagi. Dihuni oleh pasangan bule. Terdengar suara glodakan dan kayu yang berdenyit. Semakin lama semakin gaduh dan tawa. Tanpa desahan. Syukurlah, kalau iya, saya langsung ngungsi, bawa anak woi.

 

 Lets get lost at  Nagarkot

Nagarkot


 

Bukan saya kalau nggak hobi menyasarkan diri. Sore hari setelah shalat Ashar, tanpa banyak aktifitas kami memutuskan jalan jalan sore keliling desa di sekitar hotel. Tanpa tahu mau kemana. Tanpa peta. Hanya mengikuti naluri.                                           

Jalanan sekitar hotel ini seperti halnya jalanan perbukitan, berkelok kelok. Naik turun. Ditemani rimbun pepohonan kanan dan kiri. Rindang dan sejuk. Dan tentu jurang menganga dibawah sana.

Banyak hotel hotel baru mulai dibangun. Rumah jarang jarang. Jalanan sepi. Hanya seesekali beberapa penduduk lokal melintasi. Ada warung warung sederhana. Penduduk lokal cangkruk. Sapaan ramah tersunging dari bibir kami. 

Semakin jalan jauh, jalanan semakin sepi. Nggak takut sama sekali. Pepohonan di kanan kiri semakin rimbun. Jalanan naik turun membuat nafas naik turundalam irama yang masih beraturan. Tak kami temui wisatawan sama sekali. Sesekali kami berpandangan, apakah lanjut menyusuri jalan atau pilih balik ke hotel.

Kepalang tangung, sudah jalan sore, lagian juga tak banyak yang bisa kami lakukan di hotel. Sore itu Pegunungan juga tertutub awan puth tebal. Dah lah, Lanjut nyasar aja. 

Setelah melewati sebuah kelokan jalan, tetiba muncul di hadapan kami perbukitan  tak berujung. Bukit dengan lekuk lekuk yang mirip dengan kue pie terbalik. Mengingatkan saya akan gunung Batok yang berada di sebelah gunung Bromo

Kami saling menatap dan tertawa riang. Memotret. Duduk santai menikmati perbuktian dengan desa desa dibawahnya. Dan beberapa turis menyapa, rupanya mereka menghabiskan sore dengan jalan sehat sekalian explore pedesaan dibawah sana. Ini yang selama ini jarang saya lakukan ketika travelling, jalan sampai gempor sih sering tapi pagi atau sore niatin explore sekalian olah raga itu jarang banget.

 

Menyambut Mentari Pagi di Nagarkhot Tower

Sunrise at nagarkot


Mam, its time to go now” seorang laki laki mengetok pintu hotel. Kami terbangun. Kami seharusnya sudah siap jam 5 pagi, tapi kami masih terbangun, belum siap siap.

Akhirnya kami berangkat apa adanya. Berangkat dengan baju tidur yang kami pakai. Saya sendiri mengenaka long john berlapis gamis. Najin juga menggunakan inner wear hangat dan kaos. Kami cabut dengan menyambar jaket tebal dan sweater. Begitu pula Mbak Andri, cukup menyambar jaket.

Good morning” sambut mbak bule dalam mobil. Duh malunya, mbak Bule dah nungguin kita. Dah cakep dan rapi  menggunakan baju sport tanpa jaket. Kami hanya bisa tersenyum melihat diri sendiri yang mengenakan pakaian dobel dobel. Kita yang alay atau mbaknya yang kebal?

Jalanan begitu sunyi. Rumah rumah penduduk desa masih tertutup rapat. Jalan diterangi temaram lampu. Dingin menusuk tulang.

Setelah sampai, kami menanjaki anak tangga yang landai menuju perbukitan. Embun dingin keluar dari hidung dan mulut kami. Nggak sabar rasanya sampai disana dan menikmati pagi dengan pemandangan yang wow!

Sampai diatas bukit disambut sebuah menara pandang. Lumayan tinggi besar dengan tangga besi. Diatas menara ini tersedia tempat untuk menikmati pemandangan.

 

Nagarkot Tower Nepal


Menatap menara saya hanya bisa tertawa ngakak dalam hati. Bagaimana saya menapaki tangga menara yang lumayan tinggi dengan mengenakan gamis. Kesrimpet, mampus!

Dalam ragu saya cancel rencana naik menara pandang. Toh dari atas bukit sini bisa lihat pemandangan yang tak kalah cakep. Lagian Najin juga nggak mau naik menara, takut dan terlalu tinggi baginya.

Tapi lama kelamaan hati ini terusik “dari ini saja bagus, apalagi dari atas sana” “Woi, jauh jauh kesini dalam dingin cuman berhenti disini, naik sono” Duh kegilaan apa lagi ini. Setelah mbak Andri turun dari menara, saya bergantian nekat naik keatas.

 

Nagarkot best sunrise spot

Bismillah, perlahan dengan kamera DLSR nyelempang ke tubuh, saya menaiki tangga perlahan. Tangga besi tegak ini lumayan bikin jantung copot. Tangan dan kaki berirama menapaki tangga besi satu persatu. Terasa licin.

Saya hempas rasa takut yang ada dipikiran saya tentu saja sunrise dengan panorama epik deretam pucuk pegunungan Himalaya. 8 dari 13 puncak terlihat dari menara pandang, mulai dari Annapurna, Manaslu, Ganesh Himal, Langtang, Jugal Rolwaling, Numbur termasuk paling terkenal, Everest.  Dibandingkan spot lainnya, Nagarkot menawarkan view paling lebar dan paling mantap.

Dengan rapalan doa, rasa percaya diri setengah setengah akhirnya sampai jumpa di puncak menara pandang. Dan sialnya bukan pemandangan dalam angan yang saya dapatkan, yang terlihat hanyalah lautan awan. Negeri diatas awan bahasa kerennya. Deretan puncak pegunungan Himalaya tertutup awan.

Nasib sial memang, di Sarangkot beberapa hari lalu kami juga tidak bisa menikmati puncak Annapurma karena kabut tebal. Dan hari ini nasib sial masih menghantui. Nasib! Nasib!

Jika menatap jauh kesana hanyalah gumpalan awan, coba noleh kanan kiri, siapa tahu cerah, banyak bule cakep. Hahaha. Dan benar saja, lirik kanan kiri  dengan elegen banyak mas mas bule cakep dalam balutan jaket tebal. Lumayan penyegaran mata. Astaghfirullah!

Tak banyak bicara, kita semua diatas sini terdiam dalam harap. Sapuan doa yang menghapus awan. Seiring mentari semakin meninggi dan wow, barisan pucuk pucuk dunia menampakkkan diri meski malu malu. Semua saling menatap dan tersenyum. Meski tak terbuka dengan sempurna, saya cukup bersyukur diberikan kesempatan menatap keindahan itu.

Tak ingin Najin dan Mbak Anri menunggu lama, Saya akhirnya turun dari menara pandang. Bercengkrama sebentar dan tentu saja mengambil pemadangan dalam lensa kamera.

Sebelum balik ke mobil, kami menikmati berapa jajanan disini. Ada penjual mie, jajanan, makanan  teh hangat dan lain lain yang lokasinya berdekatan dengan tempat parkir

Setelah masuk mobil, kami langsung pulang. Saya tanyakan ke pak sopir, dimana mbak yang tadi? Dia bilang klo dia bakalan jalan sehat dan kembali ke hotel dengan jalan kaki. Keren! dari si mbak bule saya terinspirasi melakukkan hal yang sama, meski sering jalan kaki ketika jalan, niatkan juga pagi hari untuk olah raga jalan pagi sambil jelajah tempat. Semangat!

Kembali ke hotel, kami siap siap packing menuju ke Kathmandu. Kami tak sabar menunggu banyak kejutan perjalanan jelajah kota tua Kathmandu. Meninggalkan Nagarkot rasa sedih atau kecewa kami hempaskan, kami membesarkan hati bahwa kami akan kembali suatu hari nanti. Semoga!

You Might Also Like

3 $type={blogger}

  1. Ya Allah Saya ingat postingan kotoran sapi jadi bahan bakar, auto mampir. Udah lama sekali ya ternyata, hampir tujuh tahunan.

    ReplyDelete
  2. Untung tetep nekat naik ke menara pandangnya mba.......kalo gak naik pasti jadi penyesalan seumur hidup itu mba hahahahaha

    ReplyDelete
  3. Masyaallah, Bahasanya keren banget ka, enak dibaca

    ReplyDelete

Follow Twitter

Follow Instagram