Getar Jiwa Merdeka di Tugu Pahlawan Surabaya

November 08, 2015

Museum Sepuluh November

Merinding menyaksikan peluh darah diringi pidato menggetarkan jiwa demi sebuah nafas Kemerdekaan

Patung Bapak Soekarno – Hatta berdiri tegak diantara sengat sang mentari.  Dibelakangnya berjajar tiang putih yang usang dengan kerusakan disana sini. Ornamen di pintu masuk Tugu Pahlawan Surabaya ini seolah menggambarkan semangat untuk tetap berdiri menggapai segala keinginan meski waktu, keadaan, tekanan bagaikan besi baja yang menghantar berat di dalam hati.

Pada tanah lapang berkarpet hijau yang luas di belakangnya, disitulah harapan dibentangkan. Tempat generasi muda membangun sebuah harapan baru, tak lagi  memaksa kita untuk menumpahkan darah tapi memeras otak demi kemakmuran negara. Tak lagi mematri semangat merdeka atau mati, tapi menampar semangat berkreasi.

Ditengahnya berdiri sebuah tugu monumen setinggi 41,15 meter berbentuk lingga atau lebih mirip seperti paku terbalik. Badan monumen berupa lengkungan lengkungan sebanyak 10 lengkungan dan terbagi atas 11 ruas. Menjadi simbol hari bersejarah bagi bangsa Indonesia, 10 November (11) 1945 dimana arek arek Suroboyo berjuang melawan pasukan Belanda yang hendak menjajah Indonesia Kembali.

Tugu Pahlawan Surabaya
Tugu Pahlawan
Melangkahkan kaki diantara rimbun pepohonan beberapa penjual souvenir dan makanan berjajar rapi di tepi lapangan. Dibagian lainnya berdiri sebuah tank dan juga senjata canon hasil rampasan dari tetara belanda dan Inggris. Remaja, manula dan anak anak berseragam sekolah berkeliweran kesana kemari. Jalanan setapak ini mengantarkan kaki mungil saya dan Erlita menuju Museum sepuluh November.

Museum berada dibawah tanah tugu pahlawan sedalam 7 meter. Tangga dengan kemiringan landai menghantarkan kami menatap deretan lukisan tangan dan juga ukiran yang  menggambarkan perjuangan para Pahlawan yang berjuang di Surabaya kala itu. Menghembuskan rasa nasionalisme dan memaksa otak saya mengingat kembali  pelajaran sejarah yang dulu kerap membuat mata saya terkantuk.

Saudara saudara Rakyat Surabaya, bersiaplah! Keadaan genting! Tetapi saya peringtakan sekali lagi, jangan mulai menembak, baru kalau kita ditembak, maka kita akan ganti menyerang mereka itu! Kita tunjukkan bahwa kita adalah benar benar orang yang ingin merdeka.

Dan untuk itu kita saudara saudara lebih baik hancur lebur daripada tidak merdeka. Dan semboyan kita tetap sama : Merdeka atau mati!

Dan kita yakin saudara saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan jatuh ke tangan kita. Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar, percayalah saudara saudara Tuhan akan melindungi kita sekalian.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!   Merdeka!!!”

Bagian akhir pidato Bung Tomo itu berhasil membuat bikin bulu kuduk saya berdiri, merinding!. Pidato asli yang beliau ucapkan kala itu membakar semangat arek arek Suroboyo. Pidato yang mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk tidak menyerahkan kemerdakaan yang sudah kita dapatkan untuk diserahkan kembali ke Tentara Inggris.

Ditengah museum sebuah patung menggambarkan tentara Indonesia mengacungkan senjata keatas langit dikelilingi tentara yang meregang jawa demi kemerdekaan. Angan dan pikiran saya digiring menembus waktu. Seolah ikut merasakan dan melihat sendiri suasana mecekangKota Surabaya kala itu dengan menatap patung replika para pejuang, diorama, foto foto kota Surabaya masa Lalu, baju, topi, sarung yang mereka gunakan hingga obat serta peralatan medis tempo doeloe. Termasuk pembalut zaman jadul.

Diorama yang menyajikan pidato Bung Tomo

Peralatan Medis zaman Jadul yang digunakan kala itu


Foto, baju tempoe dulu

Museum di lantai satu

foto foto kompani Belanda dan Inggris

Senjata yang digunakan untuk berperang

Replika tentara mengacungkan Senjata terpatri semangat Merdeka atau Mati

Ketiga foto Model yang beraksi didepan tank berhasil membuat saya tersenyum, perhatikan!!!




Kami kemudian menuju ke lantai dua. Disini terpajang beberapa senjata digunakan untuk berperang kala itu. Replika kota Surabaya tempoe dulu. Diorama yang  menggambarkan pertempuran sengit kala itu disertai suara suara yang menggetarkan jiwa. Kami duduk sejenak menyaksikkan film yang menampilkan kota Suasana kota Surabaya kala itu sebelum meninggalkan museum.

Bertandang kesini tak hanya menggunungkan rasa terima kasih atas apa yang mereka perjuangankan. Lebih dari itu saya jadi bertanya pada diri sendiri, apa yang sudah saya lakukan untuk kemajuan negara ini. Ngapain aja selama ini? jangankan untuk negara, apakah kita sudah melakukan yang terbaik dan berusaha sekuat tenaga untuk diri sendiri dan keluarga? Jawaban yang justru membuat saya melemas teringat kemalasan yang kerap menyelimuti diri. Do or Die.


You Might Also Like

10 $type={blogger}

  1. Lha awakmu kok gak pose ala model pisan? hehehe. ira

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sakjane mbak, tapi wedi sawanen pembaca blog iki mbak, hehehe

      Delete
  2. Cerita tentang Bung Tomo ini yang sering bikin saya kagum mbak. Ada loh di Washington DC monumen mirip tugu pahlawan saya belum kesana taunya dari foto teman saya aja sih "koq ada miripnya" ga tau monumen apa namanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banget, waktu dengerin pidato beliau, rasanya merinding.

      Wah, ada di washington ya. InsyaAllah kalau kesana mampir.

      Delete
  3. Sering lewat tapi ngak pernah masuk hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tossss, sama. barusan kemarin terbesit untuk masuk kedalamnya

      Delete
  4. Empat tahun di surabaya tapi belum pernah masuk ke musiumnya, duh. Kali ini saya bener-bener terpanggil untuk kesana :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, itu memng kebiasaan kita ya. yang deket justru jarang disambangi.
      Entah kesambet apa kemarin tiba tiba kepingin datang museum 10 November

      Delete
  5. Mbak, itu peralatan medis jadul ada yang berbentuk papan. Mirip tempat mengiris bumbu dapur. Benda apakah gerangan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mirip talenan, Duh, lupa untuk apa ya..... banya banget barang barangnya. hihihi Ntar tak lihat e di foto kotak Indormasi

      Delete

Follow Twitter

Follow Instagram