Siluet Negeri Semilyar Penduduk : Listrik

March 14, 2015

India Story

Duorrr suara ledakan keras menggema bertautan. Kami terbangun dari tidur. Waktu menunjukkan pukul 1 dini hari. Kaca Jendela bergetar seakan mau pecah. Disusul dengan listrik mati seketika. Gelap, yang terdengar hanyalah suara kabel terbakar.

Kami sekeluarga terdiam diatas tempat tidur. Sementara suami mencari handphone untuk penerangan. Dari luar jendela terlihat bagai petir menyambar. Ledakan terjadi lagi. Ketika membuka jendela. Tiang listrik jalanan utama yang berajarak 20 meter dari apartemen kami tinggal, terbakar dengan sengat berapi api.

Suasana tegang menyelimuti. Setegang ribuan volt listrik yang siap menyambar siapa saja yang melewati jalanan. Lambaian kabel dengan tegangan tinggi serta percikan api diujungnya terserak di langit jalanan. Sementara ujung lainnya siap memakan dan meledakkan gumpalan kabel amburadul bagai benang kusut disekitarnya.

Para lelaki beranjak keluar ke jalanan. Menghentikan setiap kendaraan yang akan melewati. Sebagian berhenti. Sebagian cuek melewati, seolah biasa saja.

Ketegangan terjadi, ketika salah satu tetangga mencoba menyelamatkan mikrolet nya yang terparkir tepat dibawah tiang. Semua orang berusaha melarainya. Bahkan terjadi adu mulut. Ketegangan berhenti ketika dengan polos dia berkata bahwa mikrolet itu adalah harta berharga penyambung nyawa L. Dengan taruhan nyawa tersengat ribuan volt listrik. Dia segera berlari  dan membawa pergi mikroletnya dengan hujan lelehan kabel.  Alhamdullilah, Keberuntungan berpihak kepadanya.

Terdengar suara sirine polisi. Disusul pemadam kebakaran. Polisi kemudian memblokade dan menutup jalan. Tapi tetap saja ada yang memaksa lewat.

Ditengah ketegangan dan gelap malam mulai terdengar suara tangisan bayi dan anak kecil. Suara si ibu menenangkan. Musim panas membungkus kota Delhi dalam suhu 35 derajat Celcius. Panas dengan buliran keringat membasahi baju. Para pria dan sebagian keluarga menyejukkan diri diatap apartemen. Dari balik jendela terlihat nyala lampu handphone diatap seluruh apartemen. Nampak seperti kunang kunang menghiasi langit.

Si kecil mulai merengek kepanasan dan gatal di seluruh punggunganya. Suami meminta emak untuk berkemas dengan membawa baju secukupnya. Jam dua pagi, kami berjalan diantara kegelapan malam dan lolongan anjing. Menuju rumah ibu mertua yang berjarak 5 blok saja.

Untunglah listrik disini masih nyala. Kami segera menyalakan AC dan bersiap untuk tidur. Tapi pikiran emak melayang layang. Berat untuk memejamkan mata. Membayangkan bayi dan anak anak yang merengak dan menangis karena kepanasan.

Keesokan harinya kami balik di apartemen. Dimusim panas setiap hari listrik mati antar 5 – 10 kali. Terkadang lebih. Terkadang seharian penuh. Entah pagi, siang, sore ataupun malam. Dengan jangka waktu yang tidak ditentukan. Siang hari, ruangan apartemen rasanya seperti Oven berukuran jumbo.

Satu minggu berlalu. Sore hari menjelang Maghrib ketika sedang bercengkrama. Suara ledakan terjadi lagi. Lebih Nyata dan keras. Kaca jendela hampir pecah. Kami bisa melihat ledakannya dari bingkai jendela.  Kali ini listrik masih nyala redup. Terdengar sengatan dan kilatan cahaya mirip sebuah petir. Akhirnya lampu mati.

Ketika suami menengok kearah jendela. Tiang listik yang berada dibawah jendela kami terputus dengan sengatan ribuan volt dan nyala api. Kami tinggal di lantai 3 sedangkan bagian atas tiang listrik tepat berada didepan lantai dua. Kami bisa menyaksikan dengan jelas dari balik jendela.

Emak dan si kecil berpelukan disudut apartemen. Dilema, jika kami keluar otomatis melewati kabel yang melambai lambai ke jalanan. Dan jika tetap di apartemen, mungkin saja kebakaran menjalar dan memasuki apartemen kami. Ngeri!

Satu jam kemudian petugas listrik datang.  Butuh waktu 4 jam lamanya untuk membenahi. Petugas dengan sigap memperbaiki dengan peralatan seadanya dan faktor keamanan yang sangat minim.

(Baca : Siluet Negeri Semilyar Penduduk - Sampah)

Sebenarnya emak sudah terbiasa melihat kejadian seperti ini.  Sejak emak tinggal di India untuk pertama kali 11 tahun yang lalu. Setiap musim panas terjadi banyak ledakan transformer di tiang listrik.  Hal ini dikarena overload. Berjubelnya penduduk dan kebutuhan akan Kipas Angin dan AC melambung. Ditambah lagi kebiasaan masyarakat “mencuri“ Listrik. Biasanya terjadi dikawasan penduduk biasa dan perkampungan kumuh. Komplek!

Emak pikir kalau tinggal di kawasan menengah keatas. Semuanya akan aman. Seperti kawasan tempat tinggal mertua. Tapi ternyata tidak, kawasan elit pun tak luput dari keganasan listrik negara asal Shaheer Sheik ini.

Seperti biasa ketika Suami sering keluar kota, kami dititipkan dirumah mertua. Apartemennya berada dilantai dua. Transformer listrik dengan rangkaian kabel yang mbulet tepat berada di kamar yang kami tinggali. Bersebelahan dengan balkoni kamar.

Sejak 3 hari Emak mendengar suara tak biasa dari arah transformer. Seperti suara mendenging. Dimalam hari, emak melihat percikan percikan kecil dari dalamnya. Suatu malam dini hari, terjadi ledakan. Bom! Dengan kilatan nyala putih diantara kegelapan malam. Seperti biasa lampu mati.

Dirumah Ibu mertua ada inverter bertenaga Aki. Jadi meski lampu mati kami masih bisa menyalakan lampu dan menghidupkan baling baling kipas. Sungguh, panasnya Delhi tak bisa hanya dilawan dengan Kipas. Pingin, mendinginkan diri dengan mandi segar. Apa daya, air dalam tandon pun ikut mendidih diterjang panasnya mentari L L L.

Di India, kalangan menengah keatas selalu mempunyai Inverter atau generator. Untuk backup listrik yang datang dan pergi kayak jalangkung. Dan menebar teror panas. Mendekati musim panas, televisi dibanjiri dengan sponsor utama AC dan Inverter. Bagaimana nasib jutaan warga miskin dan gelandangan di luar sana? Kami yang berada dalam ruangan dengan hempasan kipas  masih menggeliat kayak cacing kepanasan L. Apalagi mereka L .

Motto ampuh dari suami ketika kami berdiskusi tentang lingkaran setan bernama kemiskinan di India hanya terurai dalam dua kata “They Habitual“.


Petugas memperbaiki Listrik dengan peralatan seadanya

You Might Also Like

8 $type={blogger}

  1. Masalah sosial di New Delhi, kurang lebih sama dengan di Jakarta ya Mak...Apa ygdilakukan oleh PLN sana kalau terjadi kecekaan begini, mengganti seluruh kabel atau hanya tambal sambung?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya mbak kurang lebih sama. hanya saja jakarta "lebih nyaman" ketimbang Delhi. Hanya Tambal sambung mbak Evi :) kadang seminggu lagi, masalah lagi, dan lagi.

      Delete
  2. Wah segitu parahnya masalah listrik di Delhi. Gak kebayang parahnya listrik untuk kaum miskin, lha wong di kota besar aja parah, hehe...
    Beruntung di Jakarta gak begitu parah, ada pemadaman tapi gak lama.

    salam,
    http://alrisblog.wordpress.com

    ReplyDelete
  3. Parah banget :) udah gitu mahal lagi . huhuhu. Indonesia masih lebih baik penanganan dan pengaturannya

    Salam kenal

    ReplyDelete
  4. Berarti saya dan teman-teman di Jakarta harus bersyukur yah mba, dan pemerintah harus lebih lagi memperbaiki infrastruktur agar hal seperti demikian tidak terjadi seperti di India.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget. Ya, kalau infrastruktur nggak diperbaiki malah ruwet masalah. Kenapa? banyak yg mencuri listrik dan akhirnya overload, sering lampu mati dan meledak. :(

      Delete
  5. makkk .. salam kenal yaa , aku dian 22 tahun ,

    boleh minta nomer hape kah mak ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya nak,boleh saja kenalan *cipikacipiki :)

      Boleh, nomer hape di emailnya attini.zulfayah@gmail.com

      atau boleh DM via twitter. ditunggu.

      Delete

Follow Twitter

Follow Instagram