Teletong Sapi

March 22, 2015


Pengalaman pertama kali dalam hidup. Memasuki dan menyelami sebuah Desa di India.  Tepatnya salah satu Desa di propinsi Uttar Prades. Satu propinsi dimana Taj Mahal berdiri. Emak datang kesini mengikuti acara iring iringan pengantin wanita.

Sebenarnya, suami sudah mengingatkan emak untuk tidak ikut iring iringan ini. Selain tempatnya jauh, emak juga nggak pernah lihat suguhan pedesaan asli di India. Karena emak penasaran dan sedikit memaksa. Akhirnya suami mengizinkan dan meminta adik ipar menemani. Hanya satu kata yang dia ucapkan “Don’t get shock”. Baiklah

Selama hampir 4 jam perjalanan dalam bus. Emak berangkat bersama adik ipar.  Hati ini ditenangkan dalam pandangan hamparan sawah gandum, bunga tembelek, tebu, mustard, terkadang hamparan rerumputan menghijau dengan bunga kuning diujungnya melambai lambai di terpa angin.

Suara traktor. Gemericik air mengalir di sungai kecil. Terkadang melintasi sungai Gangga yang lebar dan kecoklatan. Deretan pohon menjulang membentuk bagaikan tirai di tepi jalan. Anak anak bermain dan memandikan kerbau. Udara bersih menyapa paru paru. Pemandangan yang sering emak lihat dalam Film India versi lama yang sering Ayah tonton dalam gedung bioskop.

Sampai di desa, emak hanya tersenyum. Mengingatkan emak akan bumi Indonesia. Tak ada lagi jejalan rumah dan apartemen yang menyesakkan. Warga desa yang ramah dan apa adanya. Warga desa yang menyambut iringan pengantin dengan suka cita. Nuansa tradisional dan original begitu kental terasa.

Melihat wajah emak yang “asing”. Semua warga  memalingkan dunia mereka dari sang pengantin perempuan yang cantik berbalut gemerlap baju pengantin warna merah marun ke wajah emak. Bagai artis kampung, emak hanya menebarkan senyuman. Tanpa melambaikan tangan ala miss universe J.

Entah karena emak terlalu cantik atau terlalu cakep atau mungkin terlalu aneh hingga mereka menatap emak tanpa berkedip. Wajah wajah penuh dosa memandang ujung kaki hingga ujung jilbab yang membalut kepala. Dari depan desa, kami berjalan menuju rumah mempelai laki laki.

Ketika semua orang berjalan biasa saja. Emak justru berjalan meloncat loncat.  Serakan teletong sapi memenuhi jalan. Membentuk bagaikan pulau pulau basah diantara  jalan berkerikil. Antara tak biasa dan pingin muntah. Ingin memejamkan mata. Tapi mata ini dipaksa terbuka agar terus awas!.

(Baca : Kenapa banyak sapi Berkeliaran di India)

Gundukan teletong sapi dijadikan satu. Dibawa dengan sekop terbuat dari anyaman akar tanaman. Dibentuk bulatan bulatan kemudian dipipihkan seperti piring. Dibentuk dengan tangan telanjang layaknya sebuah adonan Pizza. Kemudian ditempelkan ditembok rumah untuk dikeringkan. Pemandangan ini memenuhi wajah tembok dan pekarangan rumah di desa. Sungguh! Jangan ditanya atau dibayangan!.

Piringan teletong sapi di India ini dikenal dengan nama Dung (Gobar) atau dalam versi inggrisnya Dung Cake. Setelah kering warga desa menggunakan sebagai bahan bakar memasak.  Dung yang kaya akan Gas methana ini dibakar seperti kayu dan digunakan untuk memasak atau keperluan lainnya. Di Delhi, emak pernah menjumpai Dung kering yang dijual dipinggir jalan. Tapi tak pernah melihat langsung proses pembuatan Dung.

Selain itu teletong sapi juga dipergunakan untuk menggemburkan tanah di petak petak sawah. Juga dipergunakan untuk Tilak. Yakni sebuah tanda yang dipoleskan di dahi. Konon, teletong sapi ini juga dipergunakan sebagai lulur mandi yang dipercaya memiliki berkah dan bermanfaat untuk kesehatan.

Jika hari itu emak “diizinkan“. Mungkin emak ingin memuntahkan semua yang ada dalam perut. Kerongkonan terasa berat karena harus menelan dan memaksa masuk kembali.  Wajah emak jadi pucat pasih. Tangan keringat dingin. Sementara dalam hati emak berdoa “ Tolong ya Allah, saya tidak ingin muntah, saya ingin menghormati warga desa“.

Sesampainya dirumah pengantin lelaki. Emak tidak berkonsentrasi dengan acara seserahan yang berlangsung. Emak hanya duduk termenung. Semua pemandangan itu terus menerus menjejali  otak. Sementara warga desa tetap memandangi emak bak alien turun kahyangan J.

Jajanan tersuguh didepan mata. Biasanya emak suka incip incip satu persatu, hari itu hilanglah semua nafsu makan. Hanya menelan air putih saja dan menebar pesona. Adik ipar sesekali datang meminta emak untuk mencoba memakan ladoo dan manisan. Biarlah emak nyaman dalam rungaan rumah ini, lebih bersih.

Tibalah menikmati jamuan makanan utama. Sebuah meja kayu yang panjang dan deretan kursi. Diatasnya tersuguh biryani, roti india, salad  dan berbagai macam olah ayam dengan bumbu dan minyak berlimpah. Semua orang sumringah melahap semua makanan, kecuali emak dan adik ipar.

Adik Ipar tidak ikut makan, karena dia puasa hari itu. Demi menghormati tuan rumah dan teringat ucapan Ayah “Makanlah meski hanya sedikit, agar pemilik rumah yang engkau singgahi merasa senang”. Emak menuangkan sedikit biryani. Rasanya sungguh sulit untuk menelan. Mengalahkan dahsyatnya menelan jamu Indonesia. Karena disekeliling tempat jamuan makan menempel dung setengah kering di tembok. Sekali suap kedalam mulut emak susul dengan meneguk air putih. Sementara seribu pertanyaan mengalir dalam hati “Apakah biryani dimasak dengan Dung?”.

Lolos, emak berhasil menghabiskan biryani. Sore hari setelah acara selesai. Seperti sedia kala, emak harus meloncat loncat seperti kangguru. Sampai kedalam Bus, Emak menarik nafas lega. Dalam perjalanan emak akhirnya menanyakan pertanyaan yang mengganjal di hati sambil menghisap aroma Jeruk.

“Apakah semua masakan dimasak dengan Dung?”
 “Yap, semua masakan dimasak dengan Dung, itulah mengapa aku puasa hari ini”.
Tak tertahankan lagi, emak langsung mengeluarkan isi perut kedalam bis. Acara huek huek ini berlangsung hingga seminggu lamanya. Nafsu makan hilang dan hanya ingin muntah. Sampai emak jatuh sakit. Suami hanya bilang “I told you, don’t go there. I know it would happend like this”.

Kata Orang jawa sawanen (menghantui, teringat ingat). Dan untuk menghilangkan Sawanen satu satunya jalan kita harus datang ke tempat yang membuat kita sawanen dan didoakan. Apa emak harus balik lagi ???

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Dung. Hanya saja emak tidak terbiasa. Dung adalah energi biogas yang ramah lingkungan dan effesien. Sumber energi yang murah untuk memasak dan listrik. Bahkan sebuah perusahaan besar sekelas HP (Hawlet Parker) berencana menghidupkan data server mereka dengan menggunakan Dung.

Bahkan di Nepal teletong sapi digunakan sebagai sumber energi listrik dengan sebuah teknologi pengolahan Dung dengan menggunakan mesin. Emak juga mendengar di Indonesia sendiri ada rencana pengolahan kotoran manusia menjadi sumber biogas untuk listrik  dan memasak. Are you ready ?


Proses Pembuatan Dung (Diambil dari photoblog.cbsnews.com)


Dung Dikeringkan (foto diambil dari molon.de)

You Might Also Like

22 $type={blogger}

  1. Pas nang njero ruangan, isih mambu gak Zulfa? Trus masake nggawe Dung piye carane? Kompore koyok tungku kayu nang Indonesia opo piye? ira

    ReplyDelete
  2. Sik mambu mbak, mangkane oran incip incip. He eh masak e koyon tungku teko lemah mbak. iling2 tungku mbah ku nang deso biyen. tapi gawe Kayu ora Dung :(

    ReplyDelete
  3. Waduh saya membayangkan aja udah mau muntah, apalagi ini icip-icip ditempat yang sekelilingnya banyak tokai sapi.
    Di daerah Boyolali konon katanya ada biogas dari kotoran sapi ini yang digunakan untuk memasak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe jangan dibayangkan!. berabeh ntar. Wah sudah ada ya diboyolali, itu prosesnya kayak di India apa pakai mesin ?

      Delete
  4. geli-geli campur jijik gitu Mbak. Hiiiyyy....Sama saya pun akan mual muntah-muntah kalau teletong sapi dimana-mana :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. He eh :) Iya kalau nggak biasa bisa muntah muntah

      Delete
  5. Kebayang betapa indahnya itu desa, tembok rumah ditempeli pizza hitam :)))))

    Di Desa Sade Lombok, aku pernah lihat kotoran sapi/kerbau digunakan untuk mengepel lantai rumah. Katanya biar licin, anti nyamuk, mengkilap, dan tidak bau :D

    Kalau dung sekedar sebagai bahan bakar, bukannya ga akan kena ke masakan mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jiahhhhh "Indah" :)) Ngepel kayak gimana, dikosok kosok pakai tangan? Tidak bau? Iyakah ? Jadi kebayang waktu itu.

      Dung Nggak kena makanan mbak karena sudah kering Tapi entah asapnya yang melayang layang itu pasti campur :) Perutku tiba tiba "bergelora" :)))

      Delete
  6. Bingung mau komen apa.. Postingan ini terasa so.. so.. so.. apa ya? :D :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. So good, So nice, So stylish, So beautifull and So.... mess, hehehehe Kalau es Dung Dung Ok, kalau Dung itu... Belum terbiasa :(

      Delete
  7. saya mampir disini mak, lihat teletong sapi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jiahhhhh, gimana perasaanya ketika "sudah" lihat teletong sapi ???

      Delete
  8. Mbaca postingan pertama kali langsung tentang es dung dung hihii ... btw itu muntah2 di bis yg lain gmn .. hehee

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha kalau es dung dung mah doya. yang lain pada terharu, hehehe paling dikiran aku masuk angin biasa

      Delete
  9. Wiiiikkk... Ambune teletonge hihihii...

    ReplyDelete
  10. Mba Zulfa mmg luar biyasahhh.. :D ikut sedih yha mba haahaa.. Salm perkenalan yg tak biyasa dariku inie :D 'dinarceria'

    ReplyDelete
  11. keinget kata-kata "you can't say it's disgusting, man. this is someone else's culture". tapi yooo... hahaha
    aku baru makan pas baca postingan ini mbak, langsung rasanya perutku ikutan bergelora. ampuuuunnnn.... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener banget. Like i said, nggak yang salah dengan Dung ini, hanya kita nggak terbiasa.

      whhhhhhhh

      Delete

Follow Twitter

Follow Instagram