Overland Journey To The Land of Maharaja

August 30, 2016

Journey to Jaipur

Perjalanan menembus gelapnya malam justru mengajak ingatan menyusupi memori kehidupan yang pernah saya jalani selama bertahun tahun di negeri Hindustani

Malam itu mata ini susah terpejam. Ketika mata mulai beristirahat, tetiba jantung ini berdetak kencang membuat diri terbangun. Sementara si kecil tak bisa tidur sama sekali. Dia terlalu antusias dengan perjalanan kami menuju Propinsi terbesar di India, Rajasthan. Waktu menunjukkan pukul 2 malam, Shah Jahan sendiri sengaja tidak tidur.

Dua jam lagi, mobil dan supir yang kami sewa akan menjemput kami. Rencana semula, perjalanan akan kami jalani dengan membawa kendaraan sendiri. Kami ingin menikmati waktu, berhenti dimanapun hati meminta bersandar.

Tumpukan pekerjaan menjelang keberangkatan membuat kami mengubah rancana. Shah Jahan terlalu lelah. Untung saja, sopir langganan kami, Pak Aminuddin tidak terlalu sibuk. Beliau bersedia mengantarkan kami keliling Jaipur dan Jodphur, Overland.

Satu jam sebelum keberangkatan si kecil justru tertidur lelap. Saya dan Shah Jahan hanya tersenyum melihatnya. Bagus, pikir saya, biar si kecil tidur dalam mobil. Toh, dalam perjalanan malam tak banyak yang bisa kami pandangi. Saya bergegas mandi kembang tengah malam.

Mobil Pak Aminuddin menyorot  terang dalam gerak dijendela kamar. Ransel dan koper masuk dalam bagasi mobil. Sementara Najin digendong Shah Jahan, masih tertidur lelap dalam balutan baju tidur, rambut acak acak an ditambah liur membasahi pipi. “Bismillah, semoga perjalanan lancar” Doa saya dalam hati.

Malam diujung usia ketika roda kendaraan membelah gelapnya malam kota Delhi menuju kota Jaipur, ibukota propinsi Rajasthan, India. Kemacetan diiringi suara klakson membabi buta terdiam dalam dekapan dingin sang malam. Keheningan jalan yang ditawarkan menjadi pilihan kami melipat waktu perjalanan.

Shah Jahan berbincang dengan pak Aminuddin di depan. Bertanya tentang kabar, disusul perbincangan tentang keluarga, ekonomi hingga politik di India. Mendengarkan perbincangan mereka tak ubahnya melihat sebuah wawancara di televisi. Bedanya, mereka berdua sama sama menjadi nara sumber. :)

Sementara dibelakang, Najin tertidur lelap menghamparkan kepalanya diatas pangkuan saya. Pilar penerang jalan nampak berlarian meninggalkan kendaraan. Beberapa mobil dan truk masih menyemarakkan jalanan.

Mata ini menatap jejalan besi beton apartemen bertingkat yang hanya diterangi lampu orange didepannya. Mengingatkan saya pertama kali menatap langit India. Rumah rumah nampak padat menyala dari balik jendela pesawat Malaysia airlines. Maskapai milik negara Malaysia ini menghantarkan kaki saja menjejak India pertama kali, Agustus 2004 tepat pukul 11 malam.

Datang dengan sejuta harapan dan impian menjadi seorang yang ahli dalam bidang teknologi Informasi. Yang Maha mencipta takdir berkehendak lain. Perkenalan, Jodoh dan menikah, semua seolah berjalan cepat. Gerbang kehidupan baru yang dipenuhi dengan cerita yang menguras emosi jiwa. Seperti judul film Kabhi Kushi Kabhi Ghum. Kini, hadir si kecil yang menyemarakkan kehidupan kami.

Semakin malam semakin senyap. Cerita perpolitikkan berakhir. Yang terdengar hanyalah lagu lagu jadul India yang diperdendangkan dari balik radio mobil. Lagu jadul ini menambah dalam rayapan memori kehidupan yang sudah saya jalani di India.

Saya tersenyum sekaligus mengumpat sedih. Lagu lagu itu tak asing bagi saya. Bukan hanya karena Shah Jahan mencintai lagu India jadul, juga  ketika saya masih imut ayah sering “memaksa” gendang telinga bergetar karena lagu lagu tersebut.

Bisa dibilang nasib saya “lebih baik”, karena  kakak perempuan saya malah sering diajak ayah menonton film India di bioskop. Sedangkan kami berdua tak terlalu demen dengan film atau lagu India. Nasib memang, takdir justru menjodohkan saya dengan lelaki India. Ye raat bheegi bheegi…..

Berbeda dengan turis atau traveller yang singgah sejenak, menetap di India berarti merasakan kehidupan nyata di India yang jauh dari gemerlap film nya. Menyaksikan India berkembang selaras dengan kekuatan penduduknya mempertahankan budayanya. 

Bertahun tinggal, semakin lama sisi “eksotisme” India dimata nampak menjadi biasa. Lama menyusuri kenangan yang telah berlalu, otak terasa lelah yang membuat mata ini terpejam.

Rajasthan dan Kashmir adalah dua Propinsi yang ingin saya kunjungi kala menapakkan kaki di India pertama kali. Dua propinsi yang dianugerahi alam yang sangat berbeda yang tak bisa saya jumpai di negeri sendiri. Kashmir, dengan kemolekkan pegunungan Himalaya berselimut salju. Dan Rajasthan, negeri para Maharaja India yang perkasa memiliki padang pasir yang membentang hingga ke perbatasan Pakistan.

Mengunjungi Rajasthan, bagai membuka lembaran panjang kisah sejarah negri ini. Dimana raja raja Hindu berkuasa selama berabad lamanya. Menatap kegagahan mereka duduk diatas gajah, berkumis panjang, turban dikepala dengan sambutan meriah rakyatnya. Seperti di negeri dongeng.

Cerita para Maharaja berserta Istana dengan arsitektur Hindu dengan sentuhan mahakarya design khas Rajasthan selalu menjadi tempat yang ingin saya jelajahi. Kota berwarna merah muda. Berwarnanya baju para wanita dan juga pria. Seperti yang terlihat dalam video iklan sebuah kartu kredit yang diperankan oleh Richard Gere.

Dulu segalanya nampak begitu mengagumkan. Ketika keinginan telah terpenuhi, banyak hal telah dijelajahi bahkan merasakan sesak kehidupan semilyar penduduk, terkadang segalanya terasa menyesakkan. Bahkan ada hal hal yang terasa memuakkan.

Meski demikian pesona dan daya tarik negeri ini masih tersimpan cantik dalam hati. Masih menikmati gedekan kepala ketika berbicara. Beberapa tempat dibalik gunung bersalju dan gurun masih ingin saya jelajahi. Seperti halnya saya ingin menjelajahi seluru pelosok pulau negeri dimana saya dilahirkan.

Perjalanan ini memang menjadi begitu emosional. Perjalanan kami kali ini  mungkin menjadi perjalanan terakhir bersama selama kami tinggal di India. Selanjutnya, perjalanan ke Kashmir dan Nepal, akan saya jalani sendiri bersama si kecil. Shah Jahan tak bisa menemani.

Perjalanan berlanjut pulang, menetap kehidupan baru di tanah air. Keputusan untuk kembali tinggal di Indonesia bukan menjadi hal mudah bagi kami, khususnya saya dan si kecil. Ada gunungan kegembiraan dan juga lautan kesedihan disana. Ahhhh, sudahlah….

Tempat wajib dikunjungi di Jaipur


Mata ini terbuka, tanah Rajasthan berpasir berkilau karena sinar mentari  pagi. Gelapnya malam berteman kenangan kini berubah dengan pemandangan serak perbukitan tandus yang tampak sambung menyambung. 277 KM terlewati.

Senyum tersungging dari bibir, tak banyak yang berubah di propinsi ini, justru nampak semakin mengering. Rumah jarang jarang. Terkadang perkampungan padat menyapa.

Bebatuan cadas  bertengger di perbukitan. Pepohonan perdu berwarna kecoklatan dengan ranting mengering. Dedaunan seolah enggan menyapa pepohonan di daerah ini. Air dan hujan menjadi hal yang begitu berharga.

Shah Jahan dan si kecil masih terlelap ketika Pak Aminuddin berhenti sejenak menikmati hangatnya chai. Kaca jendela disisi Shah Jahan terbuka setengahnya. Selebihnya semua kaca tertutup rapat. Saya duduk terdiam dalam mobil menatapi jalanan.

Sesaat kemudian datang seorang pemuda. Berkulit hitam, rambut tebal berkilau akibat terlalu banyak dipoles minyak, perut sedikit membuncit, mata yang tajam melirik ke Shah Jahan yang berada di depan. Menghentikan langkah di dekat baper depan mobil.

Pikir saya, dia mau mengambil sesuatu dalam mobil. Saya sudah bersiap berteriak. Tapi alangkah terkejutnya saya, ketika dengan entengnya dia membuka celana. Tangannya sibuk meraih tonjolan “benda padat” penghasil ribuan sperma menghantarkan urine tepat di depan mobil.

Saya buka jendela dan bertanya dengan senyuman manis “Kya karo tum”?. Tentu saja itu hanyalah hayalan konyol yang tak mungkin saya lakukan. Saya hanya bisa tersenyum memalingkan muka. Dan tertawa lepas ketika pemuda pergi. Di India melihat batang terpenting dalam kehidupan lelaki bisa dibilang makanan sehari hari. Mereka dengan seenaknya pipis sembarangan. Kata malu seolah pergi menjauh.

Pikiran mellow itu akhirnya berubah menjadi senyuman. Potongan kenangan akan hal hal konyol selama di India tetiba menghampiri. Mulai dicium sapi. Kaki nginjak teletong sapi. Pelototan mata orang orang desa menatap kecantikan saya hingga menyaksikan gaya klasik lelaki India dan masih banyak hal lainnya yang bikin saya ketawa guling guling. India oh India.

Geliat pagi kota Metropolitan Jaipur berpenduduk 4 juta jiwa menunjukkan pesonanya. Lelaki berpakaian tradisional putih mengenakan penutupan kepala warna warni yang dikenal dengan Turban. Wanitanya mengenakan rok dan baju pendek dengan warna ngejreng berjalan tersipu malu, menutup wajah manisnya dengan selendang menerawang. Nuansa tradisional negeri padang pasir kental terasa tatkala pedagang sayur mayur berjualan diatas gerobak  sederhana yang ditarik oleh seekor unta.

Daya tarik kehidupan tradisional masyarakat Rajasthan ini menjadi potret kehidupan masyarakat India di mata dunia. Tak salah jika kota Jaipur bersama dengan kota Agra dan Delhi dijuluki Golden Triangle. Tiga kota dengan daya tarik wisata sarat sejarah yang mampu menyeret jutaan wisatawan setiap tahunnya.

Jaipur India

Saya guncang tubuh si kecil yang tertidur lelap dalam pangkuan, sementara pak sopir membangunkan suami yang terlelap disebelahnya. Mobil berhenti di tempat parkir yang dipenuhi dengan restoran penjual aneka gorengan. Dihadapan kami yang dibelah oleh jalanan sebuah istana berdiri gagah diatas perbukitan, Amer Fort.



You Might Also Like

38 $type={blogger}

  1. Ini dia kota yang aku kalah suara. Jika berkesempatan kembali lagi ke India, aku harus ke sana mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, kalah suara sama Amritsar. Aku tiap kali ditanya sama anak anak yang tanya itinerary, mbak Amritsar apa jaipur ? aku langsung bilang JAIPUR.

      Delete
  2. Melow banget ceritane, euy.... Opo lagi kangen Mas Bjo, tha? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyo, butuh tissue iki.... hehehe, Kangen Polllll Mbak. Butuh pundak :(

      Delete
  3. Gimana rasa nya berjodoh dengan orang india ???? Yang pasti lebih lebih mantap yaaa di bandingkan lokal gresik hahaha

    ReplyDelete
  4. Mba Zulfa selamat kembali lagi di negeri sendiri inshaa allah sukses disini

    ReplyDelete
  5. wah boleh tuh minta contact nya pak aminudin buat nganter jalan2 kalo pas ke india ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Boleh silahkan, banyak kok teman teman yang pakai jasa dia waktu aku tinggal di India.

      Delete
    2. Mbak boleh minta kontek private drivernya just in case. itu ada available di kota apa? Biasa tarifnya berapa ya. Thanks

      Delete
    3. Waduh, si baak nggak bisa Inggris blassss. bahsa Hindi.
      Itu sih aku kenalan sama beliau, tetagga apartemen beda blok.
      tarif standart, tapi mobil dia nyaman

      Delete
  6. waaaah, jadi skr long distance dulu mbak :)? suka aku baca ceritanya... ikutan sedih, ikutan ketawa jg pas baca yg pemuda sana pipis sembarangan.. serius mereka senekad itu yaaa... India ini bnr2 bikin penasaran utk didatangi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. LDR sekarang :((( huaaaaaa
      Kayak kehidupan tulisan ini mbak Fanny, ada dukanya, ada ketawanya, hehehe

      Delete
  7. wah seru juga mbak ikutan guncang nih hehe

    ReplyDelete
  8. Benda padat itu kadang nggak padat kok =))
    Duh aku kangen Jaipur

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkwk, denger2 sering bobok juga, dowo..... Bahasane

      Delete
  9. Ikutan melow mbak... apapun pilihannya semoga ini yang terbaik #komensoktau hihihi... india oh india... kapan aku bisa kesana...

    ReplyDelete
  10. Ya ampun, aku stress baca ttg si "benda padat" tiba-tiba muncul. Hiiiyyyy. Udah biasa tah, mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Biasa mbak, dipastikan klo keluar rumah pasti dpt pemandangan benda padat

      Delete
  11. Sepertinya bisa jadi destinasi wisata yang sangat menarik

    ReplyDelete
  12. Semoga bisa ke India suatu hari nanti. Seru banget kayaknya kalau overland. India ngangenin ya, Mbok :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Banget kepingin terulang kembali, jalan jalan ke India maksudnya

      Delete
  13. Menarik dan bikin baper mba ceritanya...Berarti kalo ke India wajib ke Jaipur! :) Semoga sukses dimanapun berada mba..

    ReplyDelete
  14. Seneng mampir di blog ini, apalagi tentang India...lengkap banget.
    kayaknya Delhi-Agra-Jaipur jadi rute favorit buat traveler ya mbak..
    Boleh nggak minta tolong pak Aminuddin kalau kita kesana?
    Btw, sukses selalu buat mbak zulfa, dan pengen rasanya ikut jalan bareng suatu waktu...seruuu kayaknya....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Boleh dilahkan, tapi beliau nggak bisa bhs inggris. Tapi adik iparnya bisa

      Delete
  15. AKu hanyut baca ceritamu. Terasa mellownya....

    ReplyDelete
  16. Cerita yang menarik, Mbak. Semakin banyak tulisan-tulisan tentang India yang saya baca dari berbagai sudut pandang dan dari literatur apapun :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Rizki, Semoga kelaj bisa mendaki gugus pegunungan Himalaya, ya....Aamiin

      Delete
  17. mak .. apakah betul .. kalau orang india itu setiap melihat tiang pasti langsung nari muter2 .... #Kaburr

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, Tiang apa dulu? Kalau tiang listik nggak dibuat muter muter tapi dibuat pipis *tutuphidung

      Delete
  18. Assalamu'alaykum... Mba mak mbolang... Klo ke jaipur seharian cukup ndak lihat2 tempat2 wisata pentingnya??

    ReplyDelete
  19. Blognya kece badai mbak, aku suka banget dan langsung cuss ke India ( lagee ) 😁😁

    ReplyDelete

Follow Twitter

Follow Instagram